1. 100 km perjam seharusnya 100 km/jam
2. Kebut kebutan seharusnya ugal-ugalan
Bahasa jurnalistik
Bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa yang
berfungsi sebagai pemberi informasi kepada publik, atau dapat diartikan sebagai
bahasa komunikasi pengantar pemberitaan yang biasa digunakan media cetak dan
elektronik.[1]
Bahasa jurnalistik harus menggunakan bahasa baku, atau
dengan kata lain harus sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).[1] Selain
itu, bahasa jurnalistik juga harus mudah dipahami oleh pembacanya, karena
pembaca tidak punya cukup banyak waktu untuk memahami kata-kata yang sulit.[1]
Bahasa merupakan sarana untuk menyampaikan informasi kepada
khalayak atau publik, jelas tidaknya informasi sangat ditentukan oleh benar
tidaknya bahasa yang dipakai.[2] Untuk itu, dunia pers atau jurnalistik sebagai
pemberi informasi kepada publik harus menggunakan bahasa yang baik dan benar
agar khalayak atau publik dapat memahami maksud yang ingin disampikan.[2]
Berbeda dengan bahasa percakapan atau ragam bahasa lainnya
yang sering bersifat asosial, akultural, egois, dan elitis, bahasa jurnalistik
justru sangat demokratis dan populis, karena dalam bahasa jurnalistik tidak
mengenal kasta, tingkat, maupun pangkat.[1] Sebagai contoh, jika dalam bahasa
percakapan menyebut “Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono”, sedangkan dalam
bahasa jurnalistik hanya ditulis “Susilo Bambang Yudhoyono”.[1] Artinya, semua
diperlakukan sama, tidak ada yang diistimewakan atau ditinggikan derajat kelas
sosialnya.[1] Sejauh ini bahasa jurnalistik mulai beragam digunakan untuk
menulis berita ekonomi, politik ataupun tajuk rencana, disesuaikan dengan angle
tulisan, sumber berita, dan keterbatasan media massa (ruang dan waktu).[1]
A.M Dewabrata menegaskan bahwa maksud pernyataan bahasa
jurnalistik sebagai ragam Bahasa Indonesia bagi wartawan dalam menulis berita,
merujuk kepada pengertian umum yang membedakan dengan ragam lainnya yang dapat
dibedakan dalam bentuk kalimat, klausa, frasa, diksi atau kata-kata.[3] Untuk
itu, pers berkualitas senantiasa menjaga reputasi dan wibawanya di mata
khalayak atau publik, antara lain dengan senantiasa menghindari penggunaan
diksi atau kata yang diasumsikan tidak sopan, vulgar, atau mengumbar selera
rendah.[4]
Ciri-Ciri Bahasa Jurnalistik
Bahasa jurnalistik memiliki 16 ciri utama yang berlaku untuk
semua bentuk media massa.[1] Yakni singkat, padat, lugas, jelas, jernih,
menarik, demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari kata tutur,
menghindari kata dan istilah asing, pemilihan diksi atau kata yang tepat,
kalimat aktif, menghindari kata-kata teknis, dan sesuai dengan kaidah etika
atau Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).[1] Berikut perinciannya:[1]
Sederhana: selalu
memilih kata atau kalimat yang mudah dimengerti oleh sebagian besar khalayak
atau pembaca
Singkat: langsung
menuju kepada pokok masalah atau pembahasan. Bahasa jurnalistik dilarang
bertele-tele, tidak berputar-putar, dan tidak menyulitkan pembaca dalam
memahami maksud yang ingin disampaikan.
Padat: Bahasa
Jurnalistik harus sarat informasi, artinya setiap kalimat dan paragraf memuat
banyak informasi penting dan menarik, serta layak untuk disajikan kepada
pembaca
Lugas: tegas,
tidak ambigu, sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan kata dan kalimat
yang bisa membingungkan pembaca dalam memahami maksud yang ingin disampikan
dalam sebuah berita
Jelas: mudah
dipahami atau ditangkap maksudnya, tidak baur, atau dengan kata lain jelas
susunan kalimat sesuai dengan kaidah subjek-predikat-objek-keterangan (SPOK)
Jernih: tidak
menyembunyikan sesuatu yang bersifat negatif seperti fitnah atau prasangka
Menarik: mampu
membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, atau
membuat pembaca penasaran sehingga timbul rasa ingin terus membaca
Demokratis: bahasa
jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau dapat diartikan
penyamarataan status sosial. Bahasa jurnalistik memperlakukan siapa pun secara
sama rata, baik itu presiden, buruh, petani, bahkan pemulung, semua
diperlakukan sama dalam hal teknis penyajian informasi
Populis:setiap
diksi atau kata, istilah, atau kalimat apa pun bentuknya harus akrab di
telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak, pendengar, pemirsa, atau
pembaca
Logis: apa pun
yang ada dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraf dalam karya jurnalistik
harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense)
Gramatikal: kata,
istilah, atau kalimat apapun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik
harus mengikuti kaidah tata bahasa baku
Menghindari kata
tutur: menghindari bahasa sehari-hari secara informal, misalnya kata-kata yang
biasa dipakai dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota, atau di
pasar
Menghidari kata
dan istilah asing: tidak terlalu banyak menggunakan istilah asing. Selain tidak
informatif dan komunikatif juga membingungkan pembaca
Pilih kata (diksi)
yang tepat:Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus produktif tapi juga tidak
boleh keluar dari asa efektifitas, artinya pemilihan setiap kata yang digunakan
untuk sebuah berita harus tepat
Mengutamakan
kalimat aktif: Kalimat aktif lebih disukai oleh pembaca ketimbang kalimat
pasif, maka disarankan menggunakan kalimat aktif dalam bahasa jurnalistik
Menghindari kata
atau istilah teknis: sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat
kening berkerut, Sebagai contoh, berbagai istilah teknis dalam dunia
kedokteran, Kalau pun tak terhindarkan, maka istilah teknis tersebut harus
disertai dengan penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kurung
Contoh Kata dan Kalimat dalam Bahasa Jurnalistik
Merujuk pada prinsip bahasa jurnalistik yaitu singkat,
padat, lugas, sederhana, lancar, jelas, dan menarik, untuk itu dibuat ketentuan
dalam bahasa jurnalistik, antara lain:[2]
1. Penggunaan kata harus ekonomis, Contohnya:[2]
- Melakukan pencurian = mencuri
- Mengajukan saran = menyarankan
- Melakukan pemerasan = memeras
2. Disarankan menggunakan kalimat aktif, contohnya:[2]
- Pemerintah mengatakan, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan
naik (Kalimat Aktif)
- Harga Bahan Bakar Minyak akan dinaikkan pemerintah
(Kalimat Pasif)
Dengan bahasa jurnalistik diharapkan sebuah informasi dapat
mudah dimengerti oleh mereka dengan ukuran intelektual yang minimal, sehingga
sebagian besar masyarakat yang melek huruf dapat menikmati isinya.[5] Walaupun
demikian, pada intinya bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai norma-norma
tata bahasa yangantara lain terdiri atas susunan kalimat yang benar dan
pemilihan kata yang tepat.[5]
Referensi
^ a b c d e f g h
i j Suhaemi dan Nasrullah. Ruli. 2009. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Lembaga
Penelitian Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
^ a b c d e Tebba.
Sudirman. 2005. Jurnalistik Baru. Jakarta: Kalam Indonesia.
^ Dewabrata. A.M.
2004. Kalimat Jurnalistik. Jakarta: Kompas.
^ Sumadiria. AS
Haris. 2005. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
^ a b
Anwar.Rosihan. 1991. Bahasa Jurnalistik dan komposisi. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar