FENOMENA
BAHASA GAUL DIKALANGAN
REMAJA
I.
PENDAHULUAN
Bahasa gaul adalah ragam bahasa Indonesia nonstandar
yang lazim digunakan di Jakarta pada tahun 1980-an hingga saat ini menggantikan
bahasa prokem yang lebih lazim dipakai pada tahun-tahun sebelumnya. Ragam ini
semula diperkenalkan oleh generasi muda yang mengambilnya dari kelompok waria
dan masyarakat terpinggir lain. Sintaksis dan morfologi ragam ini memanfaatkan
sintaksis dan morfologi bahasa Indonesia dan dialek Betawi.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional dan
seharusnya kita menggunakannya dalam kegiatan sehari – hari. Selain itu
menggunakan bahasa Indonesia harus dengan baik dan benar, bukan dicampur
adukkan dengan bahasa daerah, bahasa asing dan bahasa “ gaul “. Dalam hal ini
media berpengaruh kuat kepada masyarakat dalam berbahasa. Tetapi pada
kenyataannya, media justru menampilkan atau menulis berita yang cenderung
menggunakan bahasa Indonesia “ dicampur “ bahasa gaul, bahkan bahasa asing.
Dewasa ini pemakaian bahasa Indonesia semakin hari semakin
kacau, dan belum ada lembaga pemerintahan dan masyarakat yang memberikan
perhatian terhadap masalah ini. Apabila penggunaan bahasa Indonesia kian hari
terus tergeser oleh bahasa asing atau bahasa daerah, maka posisi bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional akan terlupakan oleh masyarakat Indonesia.
II.
LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini banyak orang tua yang mengeluhkan
tutur bahasa anak-anaknya yang amburadul, sulit dimengerti dan semakin jauh
dari sopan santun. Memang bahasa anak muda zaman sekarang cendrung lebih arogan
jika dibandingkan dengan zaman dahulu, tapi itulah yang namanya perubahan. Arus
teknologi dan pengetahuan kini sudah semakin maju, begitu juga cara berpikir
anak-anak zaman sekarang juga semakin melaju cepat dan. Bahasa gaul penuh
rahasia, hanya remaja yang bisa mengkomunikasikan secara aktif, hal ini
disebabkan bahasa remaja hasil campur aduk berbagai bahasa dengan berbagai
perubahan. Dalam kacamata psikologi, remaja merupakan masa tumbuh adolescence
(tumbuh menjadi dewasa).
Dilapangan, sistem tidak memihak remaja. Guru-guru
kita mewasiatkan penggunaan bahasa yang baik dan benar. Celakanya banyak guru
yang menjejali konsep ejaan yang disempurnakan (EYD) dalam berkomunikasi.
Hasilnya penggunaan bahasa terkesan kaku dan formal, akhirnya para remaja
mencoba keluar dari kekakuan bahasa ini, yaitu dengan menggunakan bahasa gaul.
Mengingat semakin berkembangnya arus komunikasi, maka siswa telah mengesahkan
pemakaian bahasa gaul di setiap situasi dan tidak memperhatikan keadaan dengan
siapa dan dimana mereka menggunakan bahasa tersebut, kalau hal itu sampai
dibiarkan terus terjadi, maka sikap kesopanan bahasa sebagai bentuk kesopanan
terhadap orang yang lebih tua sudah terabaikan. Bahasa gaul bukan hanya milik
orang kota, anak desapun fasih melafalkannya. Berarti bahasa gaul merupakan
gajala sosial dan fenomenal.
Karya seni tulis seperti puisi, naskah drama, dan
novel pun banyak yang berbahasa gaul. Jangkauan bahasa gaul semakin luas dengan
bertebarannya produk tren budaya pop-film dan musik. Begitupun bahasa remaja,
berkembang seiring dinamisasi zaman. Terus bergerak seiring jalannya peradaban.
Bahasa gaul remaja sebagai variasi bahasa mempunyai karakteristik tersendiri
yang membedakan tutur remaja dengan tutur bahasa yang lain. Karakteristik bahasa
gaul remaja tampak pada pilihan kosakata, ungkapan, pola dan strukturnya.
III.
LANDASAN TEORI
Bahasa adalah suatu sistem lanuang berupa bunyi,
bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama.
berkornunikasi, dan mengindenfikasi diri (Chaer, 2000:1). Menurut pendapat di
atas maka dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah berupa bunyi yang digunakan
oleh rnasyarakat untuk berkornunikasi.
Keraf (1991:1) mengatakan bahwa bahasa mencakup dua
bidang, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap berupa arus bunyi, yang
mempunyai makna. Menerangkan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi antaranggota
masyarakat terdiri atas dua bagian utama yaitu bentuk (arus ujaran) dan makna
(isi). Menurut pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan bunyi
yang dihasilkan oleh alat ucap yang merupakan alat komunikasi antaranggota
masyarakat berupa bentuk dan makna.
Ramlan (1985:21) mengatakan morfologi adalah bagian
dari tata ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk
bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan
dan arti kata. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan
bentuk kata itu.
J.B Kristanto (Kompas, 2005) menyatakan bahwa
bangkrutnya bioskop di wilayah kabupaten itu disertai dengan tumbuhnya raksasa
jaringan bioskop yang dikenal dengan Jaringan Bioskop 21 (baca: Jaringan
Bioskop Twenty One). Jaringan Bioskop 21 yang berkonsentrasi di kota-kota besar
dalam bentuk multipleks tersebut sebenarnya sudah mulai tumbuh di akhir tahun
1980-an dan awal 1990-an. Lebih khusus lagi, Jaringan Bioskop 21 ini juga
berkonsentrasi di mal-mal yang menjamur di hampir semua ibu kota propinsi. Hal
ini juga membawa akibat pada perubahan karakteristik penonton yang sebagian
besar adalah remaja dari masyarakat menengah ke atas. Penonton inilah yang
harus dihadapi oleh para pembuat film (sineas).
Ismail Kusmayadi (Pikiran Rakyat, 2006) mengkawatirkan
terkikisnya bahasa Indonesia yang baik dan benar di tengah arus globalisasi.
Kecenderungan masyarakat ataupun para pelajar menggunakan bahasa asing dalam
percakapan sehari-hari semakin tinggi. Dan yang lebih parah makin berkembangnya
bahasa slank atau bahasa gaul yang mencampuradukkan bahasa daerah, bahasa
Indonesia, dan bahasa Inggris.
Kompas (2006: 50) menyebutkan bahwa bahasa gaul
sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970an. Awalnya istilah-istilah dalam bahasa
gaul itu digunakan untuk merahasiakan isi obrolan dalam komunitas tertentu.
Tapi karena intensitas pemakaian tinggi, maka istilah-istilah tersebut menjadi
bahasa sehari-hari.
Sedangkan Kridalaksana (1984: 142) mengemukakan bahwa
ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya yang dibedakan menurut
topik, hubungan pelaku, dan medium pembicaraan. Jadi ragam bahasa adalah
variasi bahasa menurut pemakaianya, yang timbul menurut situasi dan fungsi yang
memungkinkan adanya variasi tersebut.
IV.
PEMBAHASAN
Bahasa gaul sebenarnya sudah ada sejak 1970-an.
Awalnya istilah-istilah dalam bahasa gaul itu untuk merahasiakan isi obrolan
dalam komunikasi tertentu. Tapi karena sering juga digunakan di luar
komunitasnya, lama-lama istilah tersebut jadi bahasa sehari-hari.
Kita pasti sering mendengar istilah-istilah gaul
seperti cupu, jayus, atau jasjus dan juga sebagainya. Bahkan mungkn kita
sendiri sering menggunakannya dalam obrolan sehari-hari dengan teman-teman.
Sebagai anak gaul, ya kita senang-senang saja menggunakan kosakata baru yang
tidak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Paling-paling guru bahasa
Indonesia atau orang tua kita saja yang agak risi kalau kebetulan mereka
mendengarnya.
Seharusnya mereka tidak perlu merasa terganggu
mendengar bahasa gaul zaman sekarang. Toh di saat mereka muda dulu, mereka juga
punya bahasa gaulnya sendiri. Iya, bahasa gaul tidak hanya muncul belakangan
ini saja, tapi sudah muncul sejak awal 1970-an. Waktu itu bahasa khas anak muda
bisa disebut bahasa prokem atau bahasa okem. Salah satu kosakata bahasa okem
yang masih sering dipakai sampai sekarang adalah “bokap”.
Bahasa okem awalnya digunakan oleh para preman yang
kehidupannya dekat sekali dengan kekerasan, kejahatan, narkoba, dan minuman
keras. Istilah-istilah baru mereka ciptakan agar orang-orangdi luar komunitas
mereka tidak mengerti. Dengan begitu mereka tidak perlu lagi sembunyi-sembunyi
untuk membicarakan hal negatif yang akan maupun yang telah mereka lakukan.
Karena begitu seringnya mereka menggunakan habasa
sandi mereka itu di berbagai tempat, lama-lama orang awam pun mengerti yang
mereka maksud. Akhirnya mereka yang bukan preman pun ikut-ikutan menggunakan
bahasa ini dalam obrolan sehari-hari sehingga bahasa okem tidak lagi menjadi
rahasia. Kalau tidak percaya coba tanya bokap atai nyokap kita , tabu tidak
mereka dengan istilah mokal, mokat, atau bokin. Kalau mereka tidak mengerti
artinya, berarti dimasa mudanya dulu ereka bukan anak gaul.
Dengan motif yang lebih kurang sama dengan para
preman, kaum waria juga menciptakan sendiri bahasa rahasia mereka. Sampai
sekarang kita masih sering mendengar istilah “bencong” untuk menyebut seorang
banci? Nah, kata bencong itu sudah ada sejak awal 1970-an juga, ya..hampir
bersamaan dengan bahasa prokem. Pada perkembangannnya, konon para waria atau
banci inilah yang paling rajin berkreasi menciptakan istilah-istilah baru yang
kemudian memperkaya bahasa gaul.
Kosakata bahasa gaul yang berkembang belakangan ini
sering nggak beraturan atau tidak ada rumusnya, sehingga kita perlu menghafal
setiap kali muncul istilah baru. Misalnya untuk sebuah lawakan yang tidak lucu,
kita bisa menyebutnya garing atau jayus. Ada juga yang menyebutnya jasjus.
Untuk sesuatu yang tidak oke, bisa kita sebut cupu. Jayus dan cupu bisa
dibilang kosakata baru.
Ini berbeda dengan bahasa okem dan bahasa bencong yang
populer di tahun 1970-an. Misalnya kata bokap dan bencong merupakan kata
bentuan dari kata bapak dan banci.
V.
PENUTUP DAN
KESIMPULAN
Dapat kita simpulkan banyaknya kalangan remaja
menggunakan bahasa gaul adakah akibat dari perkembangan zamanyang kian
mengalami kamjuan baik dari dunia pendidikan sampai teknologi.
Gejala bahasa yang dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan bahasa Indonesia dianggap sebagai penyimpangan terhadap bahasa.
Kurangnya kesadaran untuk mencintai bahasa di negeri sendiri berdampak pada
tergilasnya atau lunturnya bahasa Indonesia dalam pemakaiannya dalam masyarakat
terutama dikalangan remaja.
Apalagi dengan maraknya dunia kalangan artis
menggunakan bahasa gaul di media massa dan elektronik, membuat remaja semakin
sering menirukannya di kehidupan sehari-hari hal ini sudah menjadi wajar karena
remaja suka meniru hal-hal yang baru.
Sumber
Pemcaharian :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar