Kamis, 07 April 2016

FENOMENA BAHASA GAUL DIKALANGAN REMAJA



FENOMENA BAHASA GAUL DIKALANGAN
REMAJA
I.            PENDAHULUAN
Bahasa gaul adalah ragam bahasa Indonesia nonstandar yang lazim digunakan di Jakarta pada tahun 1980-an hingga saat ini menggantikan bahasa prokem yang lebih lazim dipakai pada tahun-tahun sebelumnya. Ragam ini semula diperkenalkan oleh generasi muda yang mengambilnya dari kelompok waria dan masyarakat terpinggir lain. Sintaksis dan morfologi ragam ini memanfaatkan sintaksis dan morfologi bahasa Indonesia dan dialek Betawi.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional dan seharusnya kita menggunakannya dalam kegiatan sehari – hari. Selain itu menggunakan bahasa Indonesia harus dengan baik dan benar, bukan dicampur adukkan dengan bahasa daerah, bahasa asing dan bahasa “ gaul “. Dalam hal ini media berpengaruh kuat kepada masyarakat dalam berbahasa. Tetapi pada kenyataannya, media justru menampilkan atau menulis berita yang cenderung menggunakan bahasa Indonesia “ dicampur “ bahasa gaul, bahkan bahasa asing.
Dewasa ini pemakaian bahasa Indonesia semakin hari semakin kacau, dan belum ada lembaga pemerintahan dan masyarakat yang memberikan perhatian terhadap masalah ini. Apabila penggunaan bahasa Indonesia kian hari terus tergeser oleh bahasa asing atau bahasa daerah, maka posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional akan terlupakan oleh masyarakat Indonesia.
II.            LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini banyak orang tua yang mengeluhkan tutur bahasa anak-anaknya yang amburadul, sulit dimengerti dan semakin jauh dari sopan santun. Memang bahasa anak muda zaman sekarang cendrung lebih arogan jika dibandingkan dengan zaman dahulu, tapi itulah yang namanya perubahan. Arus teknologi dan pengetahuan kini sudah semakin maju, begitu juga cara berpikir anak-anak zaman sekarang juga semakin melaju cepat dan. Bahasa gaul penuh rahasia, hanya remaja yang bisa mengkomunikasikan secara aktif, hal ini disebabkan bahasa remaja hasil campur aduk berbagai bahasa dengan berbagai perubahan. Dalam kacamata psikologi, remaja merupakan masa tumbuh adolescence (tumbuh menjadi dewasa).
Dilapangan, sistem tidak memihak remaja. Guru-guru kita mewasiatkan penggunaan bahasa yang baik dan benar. Celakanya banyak guru yang menjejali konsep ejaan yang disempurnakan (EYD) dalam berkomunikasi. Hasilnya penggunaan bahasa terkesan kaku dan formal, akhirnya para remaja mencoba keluar dari kekakuan bahasa ini, yaitu dengan menggunakan bahasa gaul. Mengingat semakin berkembangnya arus komunikasi, maka siswa telah mengesahkan pemakaian bahasa gaul di setiap situasi dan tidak memperhatikan keadaan dengan siapa dan dimana mereka menggunakan bahasa tersebut, kalau hal itu sampai dibiarkan terus terjadi, maka sikap kesopanan bahasa sebagai bentuk kesopanan terhadap orang yang lebih tua sudah terabaikan. Bahasa gaul bukan hanya milik orang kota, anak desapun fasih melafalkannya. Berarti bahasa gaul merupakan gajala sosial dan fenomenal.
Karya seni tulis seperti puisi, naskah drama, dan novel pun banyak yang berbahasa gaul. Jangkauan bahasa gaul semakin luas dengan bertebarannya produk tren budaya pop-film dan musik. Begitupun bahasa remaja, berkembang seiring dinamisasi zaman. Terus bergerak seiring jalannya peradaban. Bahasa gaul remaja sebagai variasi bahasa mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakan tutur remaja dengan tutur bahasa yang lain. Karakteristik bahasa gaul remaja tampak pada pilihan kosakata, ungkapan, pola dan strukturnya.
III.            LANDASAN TEORI
Bahasa adalah suatu sistem lanuang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama. berkornunikasi, dan mengindenfikasi diri (Chaer, 2000:1). Menurut pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah berupa bunyi yang digunakan oleh rnasyarakat untuk berkornunikasi.
Keraf (1991:1) mengatakan bahwa bahasa mencakup dua bidang, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap berupa arus bunyi, yang mempunyai makna. Menerangkan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi antaranggota masyarakat terdiri atas dua bagian utama yaitu bentuk (arus ujaran) dan makna (isi). Menurut pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap yang merupakan alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa bentuk dan makna.
Ramlan (1985:21) mengatakan morfologi adalah bagian dari tata ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu.
J.B Kristanto (Kompas, 2005) menyatakan bahwa bangkrutnya bioskop di wilayah kabupaten itu disertai dengan tumbuhnya raksasa jaringan bioskop yang dikenal dengan Jaringan Bioskop 21 (baca: Jaringan Bioskop Twenty One). Jaringan Bioskop 21 yang berkonsentrasi di kota-kota besar dalam bentuk multipleks tersebut sebenarnya sudah mulai tumbuh di akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an. Lebih khusus lagi, Jaringan Bioskop 21 ini juga berkonsentrasi di mal-mal yang menjamur di hampir semua ibu kota propinsi. Hal ini juga membawa akibat pada perubahan karakteristik penonton yang sebagian besar adalah remaja dari masyarakat menengah ke atas. Penonton inilah yang harus dihadapi oleh para pembuat film (sineas).
Ismail Kusmayadi (Pikiran Rakyat, 2006) mengkawatirkan terkikisnya bahasa Indonesia yang baik dan benar di tengah arus globalisasi. Kecenderungan masyarakat ataupun para pelajar menggunakan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari semakin tinggi. Dan yang lebih parah makin berkembangnya bahasa slank atau bahasa gaul yang mencampuradukkan bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.
Kompas (2006: 50) menyebutkan bahwa bahasa gaul sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970an. Awalnya istilah-istilah dalam bahasa gaul itu digunakan untuk merahasiakan isi obrolan dalam komunitas tertentu. Tapi karena intensitas pemakaian tinggi, maka istilah-istilah tersebut menjadi bahasa sehari-hari.
Sedangkan Kridalaksana (1984: 142) mengemukakan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya yang dibedakan menurut topik, hubungan pelaku, dan medium pembicaraan. Jadi ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaianya, yang timbul menurut situasi dan fungsi yang memungkinkan adanya variasi tersebut.
IV.            PEMBAHASAN
Bahasa gaul sebenarnya sudah ada sejak 1970-an. Awalnya istilah-istilah dalam bahasa gaul itu untuk merahasiakan isi obrolan dalam komunikasi tertentu. Tapi karena sering juga digunakan di luar komunitasnya, lama-lama istilah tersebut jadi bahasa sehari-hari.
Kita pasti sering mendengar istilah-istilah gaul seperti cupu, jayus, atau jasjus dan juga sebagainya. Bahkan mungkn kita sendiri sering menggunakannya dalam obrolan sehari-hari dengan teman-teman. Sebagai anak gaul, ya kita senang-senang saja menggunakan kosakata baru yang tidak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Paling-paling guru bahasa Indonesia atau orang tua kita saja yang agak risi kalau kebetulan mereka mendengarnya.
Seharusnya mereka tidak perlu merasa terganggu mendengar bahasa gaul zaman sekarang. Toh di saat mereka muda dulu, mereka juga punya bahasa gaulnya sendiri. Iya, bahasa gaul tidak hanya muncul belakangan ini saja, tapi sudah muncul sejak awal 1970-an. Waktu itu bahasa khas anak muda bisa disebut bahasa prokem atau bahasa okem. Salah satu kosakata bahasa okem yang masih sering dipakai sampai sekarang adalah “bokap”.
Bahasa okem awalnya digunakan oleh para preman yang kehidupannya dekat sekali dengan kekerasan, kejahatan, narkoba, dan minuman keras. Istilah-istilah baru mereka ciptakan agar orang-orangdi luar komunitas mereka tidak mengerti. Dengan begitu mereka tidak perlu lagi sembunyi-sembunyi untuk membicarakan hal negatif yang akan maupun yang telah mereka lakukan.
Karena begitu seringnya mereka menggunakan habasa sandi mereka itu di berbagai tempat, lama-lama orang awam pun mengerti yang mereka maksud. Akhirnya mereka yang bukan preman pun ikut-ikutan menggunakan bahasa ini dalam obrolan sehari-hari sehingga bahasa okem tidak lagi menjadi rahasia. Kalau tidak percaya coba tanya bokap atai nyokap kita , tabu tidak mereka dengan istilah mokal, mokat, atau bokin. Kalau mereka tidak mengerti artinya, berarti dimasa mudanya dulu ereka bukan anak gaul.
Dengan motif yang lebih kurang sama dengan para preman, kaum waria juga menciptakan sendiri bahasa rahasia mereka. Sampai sekarang kita masih sering mendengar istilah “bencong” untuk menyebut seorang banci? Nah, kata bencong itu sudah ada sejak awal 1970-an juga, ya..hampir bersamaan dengan bahasa prokem. Pada perkembangannnya, konon para waria atau banci inilah yang paling rajin berkreasi menciptakan istilah-istilah baru yang kemudian memperkaya bahasa gaul.
Kosakata bahasa gaul yang berkembang belakangan ini sering nggak beraturan atau tidak ada rumusnya, sehingga kita perlu menghafal setiap kali muncul istilah baru. Misalnya untuk sebuah lawakan yang tidak lucu, kita bisa menyebutnya garing atau jayus. Ada juga yang menyebutnya jasjus. Untuk sesuatu yang tidak oke, bisa kita sebut cupu. Jayus dan cupu bisa dibilang kosakata baru.
Ini berbeda dengan bahasa okem dan bahasa bencong yang populer di tahun 1970-an. Misalnya kata bokap dan bencong merupakan kata bentuan dari kata bapak dan banci.
V.            PENUTUP DAN KESIMPULAN
Dapat kita simpulkan banyaknya kalangan remaja menggunakan bahasa gaul adakah akibat dari perkembangan zamanyang kian mengalami kamjuan baik dari dunia pendidikan sampai teknologi.
Gejala bahasa yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia dianggap sebagai penyimpangan terhadap bahasa. Kurangnya kesadaran untuk mencintai bahasa di negeri sendiri berdampak pada tergilasnya atau lunturnya bahasa Indonesia dalam pemakaiannya dalam masyarakat terutama dikalangan remaja.
Apalagi dengan maraknya dunia kalangan artis menggunakan bahasa gaul di media massa dan elektronik, membuat remaja semakin sering menirukannya di kehidupan sehari-hari hal ini sudah menjadi wajar karena remaja suka meniru hal-hal yang baru.


Sumber Pemcaharian :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar