Minggu, 10 April 2016

Bahasa Gaul dan Pengaruhnya pada Keberlangsungan Bahasa Indonesia



Bahasa Gaul dan Pengaruhnya pada Keberlangsungan Bahasa Indonesia

Di Indonesia, perkembangan bahasa terjadi dengan cukup cepat. Mengingat Indonesia memiliki lebih dari 700 bahasa daerah serta bahasa persatuan yang kesemuanya mengalami berbagai dinamika dan strateginya masing-masing dalam menghadapi terjangan bahasa asing maupun bentuk perkembangan bahasa lainnya. Masyarakat bahasa, terutama yang berada di masyarakat perkotaan akan semakin mudah menerima berbagai unsur yang masuk dalam mempengaruhi perkembangan bahasa. Pada masyarakat bahasa, terdapat sikap bahasa yang dimiliki oleh masyarakat bahasa dalam menyikapi kebahasaan mereka.
Menurut Anderson, sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian mengenal bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan kecendrungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya.Sikap bahasa itu bisa positif jika dinilai disukai atau bisa negatif jika tidak disukai. Sikap bahasa inilah yang digunakan masyarakat dalam menyikapi berbagai fenomena kebahasaan yang dewasa ini begitu banyak terjadi di masyarakat Indonesia.
Fenomena kebahasaan yang kini begitu booming terjadi adalah maraknya penggunaan kata-kata gaul oleh remaja Indonesia, khususnya remaja perkotaan di kehidupan sehari-harinya. Adapun penggunaan bahasa gaul yang saat ini marak digunakan oleh remaja, baik yang masih duduk di bangku sekolah atau bahkan yang tidak mengenyam pendidikan adalah bahasa-bahasa gaul yang sejatinya diperkenalkan oleh media massa elektronik seperti iklan di televisi, sinetron khusus remaja, atau bahkan bahasa yang digunakan oleh selebriti di infotainment. Kata-kata yang merujuk pada bahasa gaul yang booming kini seperti ciyus ‘serius’, miapah ‘demi apa’, enelan ‘beneran’ dan masih banyak lagi. Sepintas, kata-kata seperti itu terkesan lumrah terdengar sehari-hari. Penggunaannya marak digunakan oleh berbagai kalangan khususnya para remaja. Banyak yang menganggap jika penggunaan kata-kata terebut dianggap wajar dan lucu atau bahkan mencirikan identitas dari sekelompok masyarakat bahasa tertentu.
Penggunaan kata-kata tersebut pada masa kini tak lagi diucapkan pada kelompok tutur sebaya, namun terkadang remaja saat ini dengan tidak sadar ataupun tidak sengaja melakukan tindak tutur dengan menggunakan bahasa tersebut kepada orang yang lebih tua. Unsur-unsur atau pihak-pihak yang terlibat dalam tindak tutur itu sama sekali tidak dihiraukan dalam tindak bahasanya. Hal ini amat mengkhawatirkan. Hanya dari kesalahan penggunaan bahasa, bisa jadi menimbulkan banyak kesalahan persepsi yang menyebabkan berbagai gesekan yang timbul dalam masyarakat. Hal inilah yang menimbulkan masyarakat bahasa cenderung bersikap negatif atas penggunaan kata-kata gaul tersebut. Tidak hanya itu, penggunaan kata-kata tersebut cukup mengkhawatirkan bagi masyarakat Indonesia. Mengingat pengaplikasian bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan belum terkondisikan dengan cukup baik. Penggunaan bahasa Indonesia masih harus diperhatikan lebih lanjut karena posisinya yang juga bersaing dengan penggunaan bahasa daerah maupun bahasa asing yang masuk di wilayah Indonesia.
Kata-kata gaul tersebut dianggap mampu mengganggu stabilitas penggunaan bahasa Indonesia oleh para remaja. Remaja yang merupakan agen pembawa keberlangsungan bahasa Indonesia harus berjuang lebih keras dalam upaya mempertahankan bahasa persatuannya dari berbagai pengaruh yang cenderung negatif tersebut. Oleh karena itu, remaja Indonesia diharapkan mampu memberikan usaha terbaiknya dalam mempertahankan keberlangsungan bahasa Indonesia yang baik tanpa menghilangkan identitas kebahasaan sehingga remaja Indonesia tidak mudah terpapar oleh pengaruh-pengaruh negatif dalam hal kebahasaan tersebut.

Erin Nuzulia Istiqomah
Mahasiswi Program studi Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia


Bahasa Gaul vs Bahasa Indonesia
Senin, 05 November 2012 14:00:27
Oleh: Susanto
Bahasa adalah suatu isyarat yang digunakan untuk berkomunikasi. Bahasa memang sangat beragam. Misalnya, di wilayah satu wilayah yang lain pasti memilki bahasa yang berbeda.  Negara satu dengan negara yang lain juga pasti memilki bahasa yang berbeda. Di Indonesia ditemukan berbagai ragam bahasa, ada bahasa Jawa, bahasa Sunda, Madura, Betawi dan masih banyak lagi, hingga disetiap kalanganpun memilki bahasa yang berbeda. Bahkan kini di kalangan remaja pun  menggunakan bahasa sebagai bahasa mereka sehari-hari, yang biasa disebut bahasa gaul. Dalam konteks ini, ada sejumlah permasalahan mendasar. Bagaimana kondisi bahasa Indonesia? Sangat relevankah untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia di tengah maraknya bahasa gaul? Lantas bagaimana idealnya? Siapa sebenarnya pemilik bahasa Indonesia sebenarnya? Dan apakah bahasa gaul itu?
Bahasa Gaul
Bahasa remaja  yang digunakan oleh anak remaja pada zaman sekarang ini, sebenarnya muncul dari kreativitas mereka mengolah kata baku di dalam bahasa Indonesia menjadi kata yang tidak baku. Bahasa gaul dapat timbul dari iklan di televisi, lirik lagu maupun ragam sms. Bahasa lagu dan lirik lagu biasanya sangat mempunyai peranan penting dalam bagi remaja. Misalnya kata capek deh, sering digunakan remaja dalam kesehariannya bahkan anak-anak kecilpun ikut menirukan kata-kata tersebut. Dalam lirik lagu, misalnya pada kata  ”mara-mara mara-mara itu nggak perlu udahan marahnya cepetan dong cepetan”. Pada novel-novel remaja juga ditemukan bahasa gaul tersebut. Misalnya, novel berjudul ”Cintapuccino” dari judulnya saja sudah menggunakan bahasa gaul, apalagi isinya.  Terus sms, karena ingin cepat dibalas-menghemat pulsa juga menyingkat waktu, dia menulis ”maksi yuk”,  “lez gpl”. Nah kata-kata tersebut memang sebenarnya kata-kata dalam sms, tapi “maksi”(yang berarti terima kasih), dan “gpl” (gak pake lama: Tidak Terlalu Lama) sering sekali dilontarkan oleh anak-anak muda dalam berkomunikasi sehari-sehari.
Anak-anak ABG pada era ini menggunakan bahasa gaul dalam kehidupannya sehari-hari, karena mereka merasa cocok dan nyaman dalam menggunakannya. Mereka lebih menemukan jati dirinya sendiri sebagai anak remaja. Dan apabila dianatara mereka tidak menggunakannya, mereka dianggap tidak gaul.  Dianggap tidak mengikuti perkembangan zaman. Tragisnya dianggap kuper. Dalam konteks demikian, mereka berlomba-lomba belajar bahasa gaul.
Siapa Pemilik “Sah” Bahasa Indonesia?
Nah, berarti bahasa gaul dapat melunturkan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar? Jawabnya ya. Bagaimana mengatasinya. Pertama, perlu kepedulian kita semua. Remaja saat ini sangat suka berbicara menggunakan bahasa gaul, bahkan saat berbicara dengan guru dan orang yang lebih tua ataupun orang tua mereka. Sebaiknya saat di sekolah  guru yang mendengar perkataan itu segera membetulkan atau mengingatkannya. Kalau tidak cepat dibetulkan akan mengakibatkan kesalahan dalam berbahasa, karena meraka sudah terbiasa menggunakan bahasa gaul. Dalam hal ini orang tuapun mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan bahasa sang anak. Sebagai orang tua yang baik, apabila mendengar bahasa anak yang salah maka orang tua hendaknya menasihati. Seperti kita ketahui bahwa bahasa gaul adalah bahasa yang tidak baku.
Kedua, bahasa gaul harus disikapi sebagai perbendaharaan kosa kata. Sebanarnya bahasa gaul bukanlah hantu yang perlu ditakuti.  Bukanlah teroris yang harus diberantas, dan bukan pula hama yang perlu dibasmi. Akan tetapi  bahasa gaul dapat menjadi identitas bangsa Indonesia selain bahasa Indonesia baku. Namun alangkah baiknya sebagai bangsa
Indonesia mencintai bahasa Indonesia baku. Bahasa gaul dapat dikurangi penggunaannya dengan sering berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baku. Nah dalam konteks ini, seorang guru merupakan sosok teladan bagi muridnya sehingga alangkah baiknya seorang guru ikut mendidik muridnya agar menggunakan bahasa baku.
Bahasa gaul sebenarnnya hadir dari kelompok masyarakat sendiri. Bahasa gaul merupakan keanekaragaman budaya Indonesia dibidang bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa gaul yang secukupnya dapat mencegah lunturnya pemakaian bahasa indonesia. Meski pembentukan bahasa gaul sama dengan bahasa Indonesia, tapi bahasa gaul sangat berperang dalam pembentukan bahasa remaja dikarenakan bahasa gaul yang sifatnya santai dan fleksibel. Tapi alangkah baiknya jika kita menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sehingga bahasa Indonesia yang baik dan benar akan tetap digunakan bangsa Indonesia. Alasannya karena bahasa Indonesia adalah bahasa persatu yang penuh keragaman yang indah ini.
Kita dapat memulai menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dari kita sendiri. Apabila kita sudah menggunakan bahasa yang baik dan benar, maka secara tidak langsung orang yang berada di dekat kita akan tertular. Dengan kata lain, kita akan mendapat predikat “pemilik sah” bahasa Indonesia yang dikumandangkan dalam sumpah pemuda puluhan tahun yang lalu bila kita  selalu berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Jadi “pemilik sah” Bahasa Indonesia adalah orang yang konsisten menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari mulai hari ini, esok, dan masa datang. Bagaimana dengan Anda siapkah untuk menjadi pemilik bahasa Indonesia?
Penulis adalah Guru SMA Negeri 3 Bojonegoro,
email: langittanpabatas@gmail.com


Bahasa Gaul Perkaya Bahasa Indonesia
Kamis, 11 Oktober 2012, 16:15 WIB


Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN — Bahasa gaul yang dewasa ini sering digunakan generasi muda dalam pergaulan sehari-hari antara sesamanya dinilai justru akan memperkaya perbendahaan kosa kata Bahasa Indonesia, kata staf Kemendikbud, Yeyen Mariani M.Hum.
Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud di Medan, Kamis, mengatakan bahasa gaul adalah bahasa yang digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu dengan tujuan ingin mencirikan identitas kelompok tersebut.”Namun yang perlu diperhatikan saat ini adalah bagimana dalam situasi formal kita tetap menggunakan Bahasa Indonesia yang baik sesuai dengan kaedah,” katanya usai seminar “Bahasa dan Sastra Membangun Pendidikan Indonesia yang Berkarakter”.
Ia mengatakan, jika dilihat dari sisi kebahasaan, bahasa gaul tersebut memang bisa saja berkembang dengan sendirinya pada masing-masing kelompok tertentu, karena memang bahasa gaul tidak digunakan dalam dunia formal, seperti misalnya dalam dunia pendidikan,
Bisa saja, suatu saat beberapa kosa kata dalam bahasa gaul tersebut bisa menjadi Bahasa Indonesia jika memang belum ada padanannya dalam Bahasa Indonesia. Dengan kata lain bahasa gaul juga bisa memperkaya perbendaharaan Bahasa Indonesia. “Yang penting saat ini adalah bagimana kita bisa bersama-sama menjaga dan mempergunakan Bahasa Indonesia dengan baik. Dengan demikian Bahasa Indonesia tetap terjaga kelestariannya,” katanya.
Redaktur: Yudha Manggala P Putra
Sumber: Antara
Bahasa Gaul Vs Bahasa Indonesia
 “Broe”, “Sist”, “Mas Broe”, “Mbak Broe”, “Cuy”, “Cin”  dan lain sebagainya.  Kalian tentunya sudah sangat sering mendengar atau bahkan menggunakan kata sapaan demikian. Ayo ngaku, ya kan ??? J terutama bagi kalian yang beranjak remaja. Dan sering menggunakan jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter sehari-harinya.
Wah, kalau dilihat-lihat dan sedikit penelaahan, kata-kata sapaan demikian,  tidak ada dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Entah itu terbitan sekarang, apalagi terbitan tahun-tahun sebelumnya. Karena, kata-kata sapaan tersebut, baru muncul beberapa tahun terakhir. Dan diserap dari  bahasa asing pula.
Entah apa  yang menjadikan kata-kata demikian semakin populer saja. Padahal kita sebagai bangsa Indonesia, apalagi sebagai anak muda. Dimana nantinya, Indonesia berada di tangan kita. Seharusnya lebih menjunjung tinggi bahasa persatuan, yakni Bahasa Indonesia. Yang sebagaimana diikrarkan pada Sumpah Pemuda pada tanggal  28 Oktober 1928 (KAMI PUTRA DAN PUTRI INDONESIA, MENJUNJUNG TINGGI BAHASA PERSATUAN, BAHASA INDONESIA).
Ironinya, remaja saat ini lebih senang menggunakan bahasa-bahasa gaul   daripada bahasa indonesia itu sendiri. Dalam percakapan sehari-haripun, mereka sudah terbiasa dengan bahasa gaul tersebut. Selain itu, yang menjadi momok dalam tiap-tiap tahunnya pada saat Ujian Nasional adalah nilai Bahasa Indonesia yang lebih rendah daripada nilai Bahasa Inggris. Bahkan ada yang tidak lulus ujian karena nilai Bahasa  Indonesianya tidak memenuhi standar kelulusan. Wah, kalau sudah demikian, siapa yang patut disalahkan ?
Untuk itu, mari kita bersama-sama menjunjung tinggi Bahasa Indonesia. Karena, dengan adanya bahasa persatuan kita, yakni Bahasa Indonesia. Kita dapat secara gamblang berkomunikasi dengan bangsa kita sendiri. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang memiliki suku terbanyak, yang tentunya berbagai macam bahasa pula. Dan itu sangat mempengaruhi  proses komunikasi kita.


Bahasa Gaul Anak Muda versus Bahasa Indonesia Baku


Oleh : M. Aljabbaar Supriyanto
Siapa sih yang tidak kenal dengan kata cemungut? Apalagi buat kalangan anak muda, dari kalangan sekolah menengah pertama hingga kalangan perkuliahan. Selain dari banyaknya yang menggunakan kata tersebut dan kata lainnya yang dianggap sebagai kata gaul, memang seperti kata cemungut terlihat lebih memotivasi bagi orang yang mendengarkannya, daripada ketika hanya mendengar ucapan semangat dari orang lain.
Masih banyak lagi kata lainnya yang populer saat ini selain cemungut, misalnya ciuzz yang arti sebenarnya adalah serius, lebay yang artinya berlebihan, ea yang artinya ya dan kata-kata lainnya. Ketika kita menanyakan mengapa kata-kata tersebut muncul, pasti kita berpikir karena adanya orang-orang yang biasa disebut orang-orang lebay. Mereka menggunakan kata-kata tersebut agar terlihat lebih keren, apalagi bagi kalangan anak muda yang selalu ingin terlihat sebagai orang yang keren di mata orang lain. Tak dapat dipungkiri lagi kalau kata-kata tersebut telah hampir melenyapkan kata-kata aslinya dalam komunikasi sehari-hari. Kata-kata Bahasa Indonesia baku yang telah memiliki kata-kata gaulnya cenderung hanya dipakai dalam situasi formal saja. Kata-kata gaul ini pun dengan cepat menyebar, tidak hanya di kota-kota besar saja seperti kota-kota di Jakarta, kota-kota di Provinsi Jawa Barat, dan kota-kota lainnya, bahkan menyebar hingga di kota-kota kecil di hampir seluruh Indonesia. Di Kota Bandung saja, 90% lebih, pasti mengerti bahkan menggunakan kata-kata yang dianggap gaul tersebut untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Jika kita kembali lagi berpikir ke asas dasar komunikasi dan tujuan berkomunikasi yaitu agar orang yang menyampaikan sesuatu bisa tersampaikan kepada orang yang dituju, maka kata-kata tersebut tidaklah dilarang, dan mungkin lebih membantu dalam berkomunikasi. Tapi apakah kata-kata tersebut menyalahi kaidah berbahasa Indonesia? Sementara kita berada di Negara Indonesia yang bahasa formalnya adalah Bahasa Indonesia.
Singkat saja kita berpikir, di Indonesia banyak terdapat bahasa daerah di daerahnya masing-masing, dan bahasa tersebut tetap digunakan hingga sekarang. Jadi, tentu saja bahasa gaul anak muda yang telah menyebar dan lebih sering digunakan sekarang tidaklah masalah dan melanggar aturan di Indonesia, tetapi sebagai bangsa yang baik kita tetap harus mengerti dan mempelajari Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bukan tidak mungkin kata-kata tersebut bisa dimasukkan ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karena orang-orang lebih banyak menggunakannya dan banyak yang mengerti. Jadi untuk kita semua, tetap menjalankan hidup saja dan tetap berkomunikasi dengan bahasa apapun termasuk bahasa gaul yang biasa digunakan, dan tetap harus mempertimbangkan tujuan berkomunikasi. Cemungut ea!


Linda Sari Wulandari
Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran
Penggunaan Bahasa Gaul dalam Jejaring Sosial
OPINI | 05 September 2012 | 10:07
Bahasa merupakan instrumen terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia tidak dapat hidup tanpa menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan. Bahasa adalah simbol-simbol yang digunakan untuk menyatakan gagasan, ide, dan perasaan orang kepada orang lain. Mulai dari bangun tidur, makan, mandi, sampai tidur lagi, atau melakukan berbagai aktivitas manusia lainnya, tidak luput dari adanya penggunaan bahasa.
Bahasa memiliki berbagai variasi atau ragam bahasa. Hartman dan Stork (1972) membedakan variasi berdasarkan kriteria (a) latar belakang geografi dan sosial penutur, (b) medium yang digunakan, dan (c) pokok pembicaraan. Variasi atau ragam bahasa menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya. Berdasarkan usia, kita dapat melihat perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh anak-anak, para remaja, orang dewasa, dan orang yang tergolong lanjut usia.
Variasi atau ragam bahasa berdasarkan penutur dan penggunaannya berkenaan dengan status, golongan, dan kelas penuturnya, biasanya disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken. Ada juga yang menambah dengan istilah prokem.
Bahasa gaul atau bahasa prokem adalah ragam bahasa Indonesia nonstandar yang lazim digunakan di Jakarta pada tahun 1970-an yang kemudian digantikan oleh ragam yang disebut sebagai bahasa gaul.
Pada masa sekarang, bahasa gaul banyak digunakan oleh kaula muda, meski kaula tua pun ada juga yang menggunakannya. Bahasa ini bersifat temporal dan rahasia, maka timbul kesan bahwa bahasa ini adalah bahasa rahasianya para pencoleng atau penjahat, padahal sebenarnya tidak demikian. Faktor kerahasiaan ini menyebabkan kosakata yang digunakan dalam bahasa gaul sering kali berubah. Para remaja menggunakan bahasa gaul ini dalam ragam lisan dan ragam tulis, atau juga dalam ragam berbahasa dengan menggunakan media tertentu, misalnya, berkomunikasi dalam jejaring sosial.
Jejaring sosial merupakan media yang banyak digunakan para penutur bahasa untuk saling berkomunikasi jarak jauh melalui internet. Jejaring sosial yang banyak diminati oleh masyarakat, yaitu facebook dan twitter. Dalam facebook dan twitter, para pengguna dapat menuliskan apa yang sedang dipikirkannya dalam “status” dan dapat saling memberikan komentar pada “kiriman” dan “status” rekan-rekan mereka. Selain itu, mereka juga dapat saling berdialog dan memberi komentar satu sama lain.
Dalam jejaring sosial, para penutur bahasa gaul saling berdialog melalui ragam tulis. Dalam berbahasa tulis kita harus lebih menaruh perhatian agar kalimat-kalimat yang kita susun bisa dapat dipahami pembaca dengan baik. Oleh karena itu, para penutur bahasa gaul sering menciptakan kosakata baru yang mereka gunakan untuk berkomunikasi dalam jejaring sosial tersebut. Penggunaan kosakata bahasa gaul yang ada dalam jejaring sosial terus berkembang dan berganti mengikuti tren. Para penutur biasanya mengikuti bahasa gaul yang digunakan oleh para artis ibukota. Misalnya, adanya kata “Sesuatu” yang merupakan judul lagu yang dinyanyikan Syahrini. Adanya kalimat, “Terus gue harus bilang, wow, gitu?” Dengan jawaban, “Emang iya? Terus masalah buat lo?” yang sering dikatakan oleh Soimah, penyanyi solo dan presenter acara televisi.
Para remaja menganggap bahasa gaul dialek Jakarta lebih bergengsi dibandingkan dengan bahasa daerah. Kota Jakarta adalah kota metropolitan. Sehingga, para remaja di daerah dan yang pernah ke Jakarta merasa bangga bisa berbicara dalam dialek Jakarta itu. Selain itu, para remaja juga memerlukan bahasa tersendiri dalam mengungkapkan ekspresi diri. Sarana komunikasi diperlukan oleh kalangan remaja untuk menyampaikan hal-hal yang dianggap tertutup bagi kelompok usia lain atau agar pihak lain tidak dapat mengetahui apa yang sedang dibicarakannya. Masa remaja memiliki karakteristik antara lain petualangan, pengelompokan, dan kenakalan. Ciri ini tercermin juga dalam bahasa mereka. Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka menciptakan bahasa rahasia (Sumarsana dan Partana, 2002:150).
Walaupun istilah alay ini sudah dikenal di masyarakat luas dengan arti “orang norak”, tetapi hingga saat ini bahasa alay tersebut masih banyak digunakan oleh para remaja untuk menulis dalam facebook atau twitter. Beberapa kata yang sering dijumpai dalam “status” para pengguna jejaring sosial, misalnya, kata gue. Kini, untuk menyatakan kata saya para penutur bahasa gaul juga menggunakan kata saiia, aq, q, ak, gw, gua, w, akoh, aqoh, aqu, dan ane. Kemudian, kata Lo atau Lu sama seperti kata gue. Kini, untuk menyatakan kamu penutur bahasa gaul juga menggunakan lw, elu, elo, dan ente.
Selain kosakata di atas, ditemukan juga beberapa kosakata dari bahasa Indonesia yang berubah struktur penulisannya menjadi bahasa gaul yang sering dipakai dalam jejaring sosial, sebagai berikut:
teman lelaki : jek, lur, boy, bang, cuy,bray, gan, brow, guys
teman wanita :sis, sist
kok : kq
kayaknya : keknya
calling : koling-koling artinya berhubungan, menghubungi.
si : c
-nya : -x, misalnya, “putihnya” menjadi “putihx”, _a, misalnya “merahnya” menjadi “merah_a”
download : donlot ‘unduh’
iya : ea, yap, y, yoman, yaw, yow
siapa : cfa, cp
nih : nich
tuh : tuch
kau : kw
tak : ta
tapi : v, phy
nggak : gx
karena : cz
menit : mniy
lagi :aggy
najis : najong, kini dapat diartikan sebagai ungkapan untuk sesuatu yang menyebalkan
bodoh : dodol, bedon
pingin tahu urusan orang : kepo
utang : kasbon
tidak tahu adat: songong (tidak sopan) menjadi songodh, keos
tolong : plis, berasal dari kata please, untuk menyatakan permohonan
banget : beud, betts
kakak :qaqa
semangat : cemungudh
sindiran : cengcengan
asik : hazeg, asoy geboy
ketawa : ngakak, cekikikan
kepalamu :palelo, ungkapan rasa kesal
geregetan : remas-remas
brosur : kuntel-kuntel
pipi tembam : culikable
jijik : hoeks, jijay
sudah : syudah
mabeng : makan bareng
monyet : tenyom
merayu : gombal
suka : kesemsem
lumayan : mayan
dia : doi
daftar : ceklis nih
tidah tahu : auk, ungkapan tidak acuh
hadir : nimbul
gila : gilak
pergi : cao, caw, gaspol
sendiri : sendewe
hai :hy, ai, oi, huy
ketiak :tokay
kerja sama : kongkow, dapat diartikan juga “bersama”
payudara : toket
tidur siang : boci, hasil pemendekan dari “bobo ciang”
cocok : cuco
kacau : kacu
salah : kecele
lari : ngacir
santai : woles atau selow
datang : merapat
doakan : dokan
makanan ringan: kriuk
astaga :astagah, astajiim
memperbaharui: apdet, berasal dari kata update
sok tahu : sotoy
alasan : alibi
lucu : unyu, ciemuth
kampret : kampreto, kampretos
tidak : kadit
tidur :bobo, obo
siang : sianx, ciank, cianx
mau : mo, mu
Penggunaan angka dan huruf seperti dalam status Febby Meytriani C’cukaGreenthea, “ngacun9 di per4.n,” She Ayoe Synk Ayahndtbundaphollepell berkomentar, “5zaa,,,???” Kata ngacung ditulis ngacun9, perempatan menjadi per4.n, dan kata masa ditulis 5zaa. Contoh lain penulisan alay dalam status facebook :
“…G46 PnY4 ML4m mgu G46 P4,, 6aG pnY4 Pcr G46 Pp4,,, 45Al pNy4 du11TT B4NY4kkk…. H4Rta,, T4ht4,, c1nta,,, h4ny4 C1nT4 l4hH yg Gag q m1L1ki… h4H4h4,,,45sy3ekkk…”
Adapun, pengunaan kosakata bahasa alay yang mengubah bahasa Indonesia menjadi bahasa yang seolah dikatakan oleh orang cadel, misalnya, kata sabar menjadi cabal, kata kasihan menjadi ciyan, kata terima kasih menjadi maacih, kata serius menjadi ciyus, kata enak menjadi enyak, kata sungguh menjadi cungguh, kata bisa menjadi bica, dan sebagainya.
Selain itu, adapun simbol tertentu dalam bahasa gaul, misalnya, simbol (y) menyatakan suka, @ untuk menunjukkan alamat atau tertuju kepada, dan # menyatakan apa yang dirasakan, misalnya, “gubrak #gulinggulingmasukkolongkasur,” penulisan setelah kata gubrak yang menyatakan suatu perasaan sedikit kekecewaan dan kaget.
Selain itu, adapun istilah-istilah terbaru dalam bahasa gaul yang sedang tren digunakan dalam jejaring sosial, misalnya:
Destry Silviany Noe Pllinpllan menulis status facebook, “Cenat-cenut kepala q (˘̩̩̩~˘̩̩̩ƪ).” Kata “Cenat-cenut” menjadi judul lagu yang dipopulerkan oleh boyband Smash. Cenat-cenut bisa berarti hati yang berdebar, dan bisa berarti sedang merasakan sakit.
Gusty Pratama menulis komentar pada kiriman temannya, “Biasa Um Bro Tradisi Tahunan,” Triyono Saefulloh Luis mengomentarinya, “Selalu Begicu….. Sabar Ya Um……. Sing Ikhlas.” Kata um berarti om atau paman, tahun 2011 lalu terdapat sebutan “Mas bro” yang dipopulerkan oleh Ramzi dalam film “Pesantren dan Rock n’ Roll”, tetapi sekarang dapat menjadi “Om bro”, “Mba bro, dan “Bu bro”. Kata bro berasal dari brother yang menyatakan saudara lelaki, sehingga kata bro kini sering digunakan untuk menunjukan rasa persahabatan dan persaudara antarteman.
Kosakata bahasa gaul juga ada yang berasal dari pemendekan kata, atau berupa singkatan atau akronim, misalnya, kata “susis” yang berarti “suami takut istri” yang dipopulerkan oleh komedian, Sule. Kata “piktor” akronim dari “pikiran kotor” sebagai sebutan untuk orang yang suka berpikir vulgar. Kata “semangka” berasal dari hasil pemendekan “semangat kakak” ungkapan untuk memberi semangat kepada teman atau sahabat. Kata “pewe” hasil pemendekan “posisi wenak”, kata “agata” pemendakan dari “anak gaul tasik”, kata “kuaci” pemendekan dari “kuacian”, kata “kuacian” berasal dari kata kasihan yang biasanya dikatakan “kasihan deh lo!” Kata “markibal” pemendekan dari “mari kita balap” untuk menantang teman bermain game atau mengajak duel.
Terdapat ungkapan perasaan dalam bahasa gaul yang biasanya berada di awal atau akhir kalimat, misalnya, “hoeks” rasa jijik, “hiks” rasa sedih, “arrgh” rasa kesal, “hoff” atau “huft” rasa letih, “yiihaa” rasa senang, “heyho” kata sapaan seperti “halo”, “hmm” sedang berpikir, dan sebagainya.
Penggunaan bahasa gaul dalam jejaring sosial semakin marak digunakan oleh para remaja, apalagi pada saat ini sedang musim-musimnya penggunaan ponsel Blackberry yang menyuguhkan aplikasi beraneka ragam untuk membuat tulisan yang bermacam-macam bentuknya. Selain itu, penyedia layanan jaringan seluler pun menawarkan aplikasi untuk menulis bahasa gaul.
Pada kenyataannya bahasa Indonesia memang sudah didapatkan dari sejak kita lahir, tetapi hingga kini kita masih tetap saja merasa kesulitan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Misalnya, walaupun kelihatannya mudah, tetapi dalam ujian nasional bahasa Indonesia jarang ada siswa yang mendapatkan nilai seratus. Selain itu, ketika kita memasuki dunia pekuliahan lagi-lagi dipertemukan dengan mata kuliah bahasa Indonesia, hal itu tentu saja bukan tanpa alasan. Kebutuhan akan berbahasa Indonesia yang baik dan benar itu sangat diperlukan bagi warga negara Indonesia. Karena bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa negara Republik Indonesia. Sebagai warga negara Indonesia sudah seharusnya kita mempertahankan dan melestarikan bahasa Indonesia karena bahasa adalah identitas bangsa.
Dengan adanya bahasa gaul atau bahasa alay di kalangan remaja, mungkin menjadi tantangan tersendiri bagi para pengajar bahasa Indonesia. Tetapi, hal tersebut tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Penggunaan bahasa gaul tersebut tidak menjadi ancaman yang begitu serius bagi penggunaan bahasa Indonesia. Karena bahasa gaul akan tumbuh bersamaan dengan perkembangan usia remaja. Hal tersebut dianggap wajar karena sesuai dengan tuntgutan perkembangan pribadi usia remaja, yang sering memiliki keinginan untuk hidup dengan kelompoknya dengan menciptakan bahasa rahasia dalam kelompoknya tersebut. Sehingga bahasa gaul yang digunakan dalam suatu kelompok remaja sering kali hanya dapat dimengerti oleh anggota kelompok mereka sendiri. Tetapi, ketika mereka berada di luar kelompoknya mereka akan kembali menggunakan bahasa lain yang berlaku secara umum di lingkungan tempat di mana mereka berada. Jadi, penggunaan bahasa gaul itu tidak mengganggu pada penggunaan bahasa Indonesia. Haruslah ada kesadaran pada diri kita selaku pengguna bahasa Indonesia untuk dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan dalam EYD.
Kita sebagai pemilik bahasa Indonesia sudah seharusnya merasa bangga ketika kita dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Tetapi, pada kenyataannya di kalangan masyarakat umum, seringkali ditemukan adanya penggunaan bahasa Indonesia yang sering mengalami campur kode dengan bahasa asing, seperti bahasa Inggris. Padahal, mereka yang mencampur kode penggunaan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris tersebut belum memiliki kemahiran berbahasa Inggris yang lebih tinggi dibandingkan dengan kemahiran berbahasa Indonesianya. Mereka bersikap demikian karena menganggap ketika mereka dapat menyelipkan kata-kata berbahasa Inggris ke dalam kalimat bahasa Indonesia, mereka akan merasa bangga.
Oleh karena itu, mulai dari diri kita cintailah bahasa Indonesia. Gunakanlah bahasa Indonesia dengan penuh kebanggaan. Karena bahasa adalah identitas bangsa dan dari bahasa tersebut akan tercermin jati diri bangsa. Mari kita buktikan bahwa adanya penggunaan bahasa gaul atau bahasa asing tersebut tidak menjadi ancaman bagi penggunaan bahasa Indonesia. Karena jika kita dapat menggunakan bahasa-bahasa tersebut secara profesional, maka penggunaan bahasa gaul, bahasa asing, ataupun bahasa daerah akan tumbuh dan berkembang sendiri sesuai dengan lingkungan, fungsi, dan situasinya masing-masing.

Bahasa 4lay, Banci, Prokem, Bahasa Indonesia dan Kita
OPINI | 07 September 2012 | 04:18
Saya bukan ahli bahasa. Pelajaran Bahasa Indonesia dulu juga termasuk pelajaran paling membosankan yang saya rasakan. Teks struktur, sintaksis dsb dsb yang diajarkan di sekolah sepertinya saya rasa, jauh panggang dari api. Artinya tidak membumi. Hampir tak ada orang Indonesia yang normal yang mungkin berbicara dengan EYD. Mungkin kondisinya sama dengan para bule yang juga ngomong suka kurang kurang grammer.
Bahasa Indonesia, kalau didefinisikan, adalah Bahasa Melayu + Unsur serapan. Unsur serapan ini bisa datang dari bahasa daerah atau bahasa asing.  Jadi, bisa saja seiring perkembangan jaman dan berlalunya waktu, kata kata yang sering dipakai di masyarakat, tak peduli bahasa Inggris, Belanda, Cina, Batak, Jawa, Bali, Ambon atau Aceh, akhirnya melebur memperkaya Bahasa Indonesia. Semua bahasa di dunia mengalami hal ini.
Bila di jaman klasik, mungkin yang terserap paling banyak adalah Bahasa Sansekerta, kemudian di masa kebangkitan nasional banyak diambil istilah istilah Belanda. Lantas melewati fase singkat menyerap istilah istilah Jepang. Di jaman modern imbas dari globalisasi, bahasa Inggris yang banyak diambil.
Sekarang, mau tidak mau harus mengerutkan dahi melihat bahasa bahasa Indonesia baru, katakan atau istilahkan saja dengan Bahasa 4lay (Dibaca Alay).
Periode Soekarno jadi pemimpin RI, mungkin sudah terjadi fenomena masuknya istilah istilah baru yang akhirnya juga bisa diterima. Disaat itu sastra Indonesia sedang dalam fase angkatan 45 ke bahasa Koes Plus. Yah, Koes Plus. Lirik-lirik lagu mereka mencerminkan bahasa Indonesia bagaimana yang sedang banyak dipakai di Indonesia pada saat itu.
Sampai, mungkin ada kaitan politik, saya tidak tahu jelasnya. Koes Plus dijebloskan ke penjara, dan musiknya (yah termasuk lirik) dicap sebagai musik Ngak Ngik Ngok.
Lalu dimasa saya muda dulu. Mungkin pelopornya HILMAN. Dengan Lupus, berhasil sekali mempopulerkan bahasa Prokem menjadi bahasa gaul di seluruh Indonesia. Mau tak mau, saya ingat masa itu, dimana mana, tidak di Tempo atau Kompas, ulasan bahasa banyak menganggap bahasa Prokem sebagai tantangan serius bagi perkembangan bahasa Indonesia.
Lalu, ada lagi cabang cabangnya. Kali ini bahasa Banci. Yah, ini termasuk istilah Titi DJ (hati hati dijalan), sampe endang (enak….). Bahasa ini termasuk bahasa gaul katanya. Yah, seamcam bahasa komunitas terbatas. Para banci, gay dan lesbian di Indonesia mungkin. Kesannya lucu, agak agak norak dan kadang menjijikkan bagi yang tidak suka banci bancian. Sempat rame juga dipake sebagai iklan, Debby Shehertian sepertinya termasuk yang bertanggung jawab mempopulerkannya. Padahal dia cewek dan bukan banci. Kalau anda penasaran, sepertinya bisa menikmati riuh rendah bahasa banci ini bila anda punya sedikit waktu, masuk ke salon,  amati 2 banci yang sedang bergunjing yang kerja di salon tersebut. Asli bisa senyum sendiri.
Namun di perkembangan terakhir, bahasa banci ini sepertinya juga sudah menjadi bahasa gaul dimana-mana.  Sudah menjadi bahasa trend anak muda.  Bahkan di sebuah iklan layanan masyarakat di sebuah radio swasta beken nasional (Prambors) tentang bahaya terorisme, bahasa banci ini sempat dipakai dalam menggambarkan ibu yang ingin terlihat gaul dan akrab dengan anaknya.
Baik bahasa prokem dan bahasa banci, keduanya adalah bahasa percakapan. Artinya, belum ketemu formula yang pas untuk menuliskannya. Misal, tidak = gak = ga‘ = ngga = kaga‘ = kagak. Mana yang bener? Saya sendiri tidak tahu. Tapi kalu diucapkan, sewaktu dalam pembiacaraan, pasti ngerti artinya. Demikian juga dengan ’saya’ = gw = gue = gua. Nulisnya belum baku, tapi artinya jelas dapat. Apalagi pas ngomong, kayanya serempak bunyinya sama.
Jadi, istilah istilah yang dulu termasuk prokem ini, sekarang udah wajar wajar sekali dalam bahasa Indonesia. Agaknya tinggal tunggu waktu saja kapan itu dijadikan baku. Atau mungkin sudah?
Tapi, perkembangan paling mutakhir adalah bahasa 4lay (baca alay).
Bahasa 4lay juga bahasa gaul. Hanya, berbeda dengan 2 jenis bahasa gaul sebelumnya, bahasa Banci dan Prokem, bahasa 4lay malah bermasalah di penulisan.
contoh:
annyouungghaceooooo , chintaa dciinii sangaddss cintaaxxkalii maa guujunnnpiooooo .. inginndkalii bertemuuu gujunnpioku saiaaanggksss .. boeat semua pencintaaa gujhunpioo , nontoonn yaaa di indoos*arrr jam 6 !! hlii nii epichod telakhiirrr , huxhiksss .. akann sgaddsss merindukann guuw-jhunn-piooooo …… saranggheeeiiooooo gu jun piooo oppaaaaa XDXDXDXD
Kalau mau diselidiki. Mula mula agaknya penulisan seperti ini berasal tari trend SMS (Pesan pendek). SMS yang pendek pendek, memaksa penggunannya untuk menyingkat berbagai kata dengan seenak udelnya. Hal ini mungkin dipicu dari tarif komunikasi via selular dulu yang masih relatif sangat mahal, kemudian keterbatasan huruf di keypad (papan tombol) pada telepon genggam yang belum qwerty.
Nah, adalah para ABG (remaja belia) yang awalnya adalah untuk menyingkat, biar pesan sms menjadi padat, gampang dan enak dalam komunikasi. Juga ada kemungkinan menulis gaya 4lay ini dimaksudkan agar apa yang dituliskan bisa menjadi semacam sandi yang tidak bisa dimengerti orang tua atau guru.  Kemungkinan ada hal-hal yang membuat mereka malu bila orang tua dan guru mengerti apa isi sms mereka ini.
Itu hanya kemungkinan-kemungkinan yang ada.  Tapi yang jelas, bahasa 4lay ini menjadi sangat populer di kalangan remaja.  Dan celakanya, mulai diikuti oleh orang-orang yang lebih dewasa.  Bahkan saya pernah menemukan di laporan keuangan di sebuah perusahaan di Surabaya yang laporan keuangannya ditulis dengan bahasa 4lay ini.

Terus, apakah ke depannya bahasa 4lay ini bisa disamakan dengan fenomena bahasa Prokem dan bahasa Banci yang sedikit banyak sudah diterima masyarakat dan umumnya orang Indonesia.
Satu perbedaan dasar mengapa bahasa 4lay tidak akan bisa menjadi bagian dari bahasa Indonesia (masuk ke unsur serapan) adalah, bahasa 4lay bukan bahasa percakapan. Artinya, mau bagaimana pun sulitnya ditulis, cara pengucapannya sama saja. Tidak ada makna makna baru.
Bahasa Alay tak lebih dari semacam booming grafiti jaman dulu. Kali ini grafiti-nya ke dalam bentuk bahasa Indonesia.
Bila bahasa Alay dijadikan bahasa Indonesia. Bakal terjadi perombakan maha dasyat pada abjab latin, sintaksis, struktur dan ejaan bahasa Indonesia yang sudah mapan. Jadi, saya kira sangat tidak mungkin bahasa 4lay, walau sebesar apapun perkembangannya bisa dijadikan bagian bahasa Indonesia.
Bahasa Alay, mungkin 5 tahun, 10 tahun lagi  bakal menghilang dari Republik. Bahasa ini tidak mempunyai dasar yang kuat. Ini hanya trend, yang bagi pelakunya, saya kira kelak ketika mereka sudah dewasa, berusia 30an, akan tertawa malu sendiri mengingat ngingat bagaimana dia dulu menulis sms, status facebook, nulis surat, dll., semuanya dalam bahasa 4lay.
Ngerti kan maksudku?
Fakta, bahwa umumnya, yang namanya bahasa manusia, tentu saja perlu suara, untuk diucapkan dan didengarkan. Pengucapan pada awalnya, dituliskan berikutnya. Bukan sebaliknya. Seperti dalam ilmu Sejarah.  Pra Sejarah dulu baru masuk ke jaman Sejarah.

Menelisik Akar “Bahasa Alay”

Written By Mang Raka on Rabu, 07 November 2012 | 14.00


Tak muda, tak tua, semua sudah ikut-ikutan berbahasa alay. Tidak di rumah, di kampus, di tempat kerja, angkutan umum, bahkan di sekolah. Kata-kata seperti “ciyus?” “miapah?” “macacih?” sudah tak asing lagi di telinga.
Fenomena apakah ini? Rekan korespondensi saya yang berprofesi sebagai peneliti di Balai Bahasa Yogyakarta mengatakan bahwa setiap generasi memiliki penanda pada gaya berpakaian dan gaya bicara, termasuk gaya bahasa seperti bahasa alay itu. Gaya bahasa semacam itu sebetulnya sudah muncul sejak zaman dulu. Istilahnya bahasa prokem, bahasa gaul, atau bahasa slang. Tiap zaman memiliki gaya bergaul yang berbeda dengan bahasa gaul yang berbeda pula.
Pada era 80-an sampai 90-an, kata yang cukup populer adalah “si doi” untuk menyebut pacar, “bonyok (bokap-nyokap)” sebutan untuk orang tua, dan sejumlah bahasa gaul yang diciptakan oleh Debby Sahertian, seperti “akika” artinya saya, “sutralah” artinya sudahlah atau terserah, dan “ember” artinya memang begitu.
Antara SMS, Facebook, dan Twitter
Bahasa gaul paling mutakhir, bahasa alay, ini cukup unik, karena sejarah lahirnya berkaitan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan menjamurnya situs jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter. Bahasa alay pertama kali beredar lewat short message service alias SMS. Awalnya, banyak remaja, pelajar SMP dan SMA sering menyingkat kata-kata dan menggantinya dengan angka. Awalnya hal itu untuk menghemat jumlah SMS agar lebih murah. Kalau tidak disingkat bisa dua atau tiga SMS. Sementara kalau disingkat bisa jadi satu SMS saja, jadi lebih murah. Tetapi kemudian bahasa alay berkembang tidak sebatas untuk menyingkat SMS. Ia berubah menjadi ragam bahasa dengan gaya yang “aneh”, terdengar konyol dan dilebih-lebihkan, serta seringkali berkonotasi mengolok-olok.
Contoh bahasa alay di antaranya: “humz” artinya rumah, “ja/ajj” artinya saja, “iank/iang atau eank/eang” artinya yang, “leh” artinya boleh, “ru” artinya baru, “yua/ea/eeaaa” artinya ya atau iya,  “lom/lomz/lum” artinya belum, “abizzz” artinya habis. Belum lama muncul dua kata yang dipopulerkan oleh media sosial Twitter dan iklan di televisi, yaitu “ciyus” dan “miapah”. Dua kata itu plesetan dari kata “serius” dan “demi apa” yang diucapkan meniru orang cadel.
Majalah digital DETIK edisi 48, menyebut kata “miapah” pertama kali digunakan oleh akun Twitter @popokman. Karena dianggap lucu, kata-kata tersebut kemudian menyebar luas karena di-RT (retweet) oleh para followers-nya. Ketika ditayangkan dalam iklan TV, kata tersebut jadi semakin akrab di telinga orang yang bahkan tidak punya akun Facebook atau Twitter sekalipun.
Revitalisasi Pengajaran Bahasa Indonesia
Lantas, apa yang mesti dicermati dari fenomena ini. Sebetulnya tidak ada yang salah dari bahasa slang atau bahasa gaul seperti bahasa alay itu, selama penggunaannya hanya untuk berkomunikasi secara informal. Misalnya, SMS-an ke sesama teman sekolah atau rekan kerja yang selevel. Akan tetapi, ketika seseorang berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda secara level usia, jabatan, dan pendidikan, maka sudah sepantasnya bahasa alay itu ditinggalkan. Terlebih lagi kepada guru, atau ketika berada di lingkungan formal semisal sekolah. Di sinilah letak pentingnya revitalisasi pengajaran Bahasa Indonesia. Artinya, di sekolah-sekolah, guru Bahasa Indonesia harus menegaskan kepada peserta didiknya mengenai perbedaan bahasa tulis dan bahasa lisan. Termasuk juga membedakan penggunaannya. Perlu juga disisipkan materi mengenai ragam sejarah bahasa gaul atau bahasa slang agar mereka mengenal asal-usul bahasa yang tengah digandrungi generasinya, tidak sekadar latah ikut-ikutan. Dengan ikhtiar ini, kita berharap generasi penerus bangsa tidak “menelantarkan” Bahasa Indonesia yang baik dan benar, sekaligus juga tidak tertinggal dunia pergaulan teman-teman seusianya. (*)
*)Bangga Heriyanto, S.Sos (Guru MTs. Al-Fathimiyah, Jalan Perum Peruri No.69, Pinayungan, Telukjambe Timur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar